Saturday 1 December 2018

TRAVELING WITH PURPOSE: SHORT COURSE IN LONDON



Sekitar bulan April 2018, aku menerima surat balasan melalui email atas aplikasi Undergraduate Summer School yang kukirimkan pada bulan sebelumnya ke King’s College London. Aku begitu senang dan bersyukur. Aku diterima untuk ikut program studi singkat tersebut. 

Bulan demi bulan dilalui, hingga tiba pada bulan Juli. Waktu keberangkatan.

Singkat cerita, aku sudah menghubungi pihak Kedutaan Besar RI di London untuk menjadi tempat tinggal selama kurang lebih satu bulan. Namun, akhirnya orang tuaku menelepon bahwa temannya yang tinggal di Milton Keynes, sekitar 90 km dari London, bersedia menerimaku untuk tinggal di rumahnya tepat sekitar 3 hari sebelum keberangkatan. Aku semakin senang. Aku merasa tinggal dengan orang Indonesia akan membuatku merasa lebih nyaman di sana.

Ini kali pertama bagiku untuk pergi jauh. 

Aku pergi untuk melihat bagaimana sisi kehidupan di negeri lain, terutama pendidikannya. Aku tak banyak berpikir tentang apa yang akan kukerjakan setelah menempuh pendidikan singkat di London. Hanya berserah diri untuk diajari lewat pengalaman baru yang kukira akan mengejutkan ini. Dan memang pengalaman ini mengejutkan. Aku sudah dari dulu ingin melihat bagaimana orang-orang belajar di luar negeri. Dan syukurnya, Tuhan kasih kesempatan untuk merasakannya lewat kegiatan ini. 

Selama penerbangan menuju London: Di atas dataran Turki

Semua sudah dipersiapkan. Pada tanggal 19 Juli, aku berangkat dari bandara Soekarno-Hatta. Menempuh perjalanan selama 16 jam menuju bandara Heathrow. Mataku tidak bisa tertutup. Begitu kagumnya melihat cakrawala di luar sana. Mataku tak bisa lekang dari jendela, melihat gunung-gunung tinggi yang sedang dilalui dari atas. Sesekali aku bernyanyi dalam hati. Aku tau aku pergi ke negeri jauh yang punya banyak kemungkinan buruk untukku. Tapi pikiran itu tak berhasil menggertakku. Aku tetap duduk dalam damai selama jam-jam penerbangan itu.

Aku tiba di London pada sore hari. 


Sebelum mendarat di Heathrow: Tepat di atas Sungai Thames (Spot the London Eye!)

Tante, teman Mamaku yang sebelumnya setuju untuk menerimaku tinggal di rumahnya, sudah berjanji akan menjemputku pada waktu aku tiba di Heathrow. Sekitar setengah jam menunggu, Tante belum pula datang. Sedikit takut. Aku bergumam dalam hati, “Ini kampung orang, how will I pass through this?” Tapi lagi-lagi, pikiran-pikiran yang bisa menjatuhkanku tak berhasil menguasaiku. Tetap merasa damai. Aku bertanya pada petugas bandara apakah ada WiFi, namun ternyata sedang tidak berfungsi.

Saat itu pula aku melihat counter kartu internet dan kuingat aku bawa kartu debit Jeniusku! Aku berjalan ke arahnya sambil membawa barang-barangku. Aku begitu senang karena akhirnya bisa membeli Lebara untuk dapat akses internet. Sebelum berangkat, aku melihat promosi kartu internet di pusat administrasi visa UK di Jakarta, tapi entah kenapa aku mengabaikannya.

Akhirnya aku berhasil menghubungi tanteku lewat messenger. Aku merasa semakin tenang karena ia berkata akan segera tiba. 
Berbeda sekali dengan bandara Soekarno-Hatta, Heathrow berukuran lebih kecil dan lebih tertib. Tidak banyak kursi disediakan di terminal kedatangan, karena kebanyakan orang yang sudah tiba akan segera dijemput atau langsung keluar mencari transportasi lain. Aku menunggu sambil berdiri, tepat di dekat counter tadi.

“Theo…!” Ada suara yang memanggilku dari belakang.

Itu Tante dan Christiaan, anaknya. Aku berjalan ke arah mereka dan langsung memeluknya. Merasa begitu lega. Kami bergegas menuju lokasi parkir. 

Badanku begitu lelah, tapi mataku tetap tak bisa tertutup. Masih saja asyik memperhatikan kehidupan di luar sana. Dalam perjalanan menuju Milton Keynes, Tante sengaja membawa kami melewati pusat kota di London untuk sebentar memperlihatkanku tempat belajar sebulan ke depan.

“This is it, London!”, kata Tante sambil menunjukkan beberapa titik-titik terkenal di pusat kota. 
Menjelang hari Senin, aku bersiap-siap untuk memulai summer school di King’s College London. Sebelumnya kami mengikuti ibadah di gereja lokal, Faith Tabernacle Church, yang berlokasi tidak jauh dari rumah. 

Welcoming talks. Ada banyak mahasiswa dari seluruh dunia berdatangan untuk menimba ilmu selama sebulan di kampus ini. Setibanya di kelas pada pagi hari, aku langsung bertemu dengan mahasiswa National Taiwan University asal Malaysia bernama Chang, yang mengambil topik studi yang sama denganku, Healthcare and Technology. Tidak butuh waktu yang banyak, kami langsung bisa akur dan ngobrol banyak hal.

Jujur saja, di minggu pertama, aku kesulitan menyimak dan memahami kuliah. Pada minggu itu kami belajar introduksi perkembangan medical robotics, medical simulation dan sub-topik yang paling banyak dibahas: medical imaging. Terkesima dengan dedikasi Profesor Kawal Rhode yang berdiri selama dua jam sesi setiap hari sambil menjelaskan materi dan menerima setiap pertanyaan dari kami, sekitar 40 mahasiswa yang tertarik mengambil topik keahlian beliau. 

Sore hari sepulang kuliah: Di Tower Bridge, bersama seorang teman dari Beijing

Aku berpikir bukan hal mudah berjuang menimba ilmu di negeri orang. Apalagi ini kali pertama bagiku belajar dengan fully English-taught lectures yang sangat jarang diperoleh di kampus. Tapi ada semangat untuk maju, untuk setidaknya berhasil menangkap dua tiga poin yang disampaikan di kelas. Hari demi hari aku merasa semakin baik. Aku berpikir untuk memaksimalkan pengalaman berharga ini.

Sekali seminggu selama tiga minggu kuliah, kami punya kesempatan untuk praktikum di rumah sakit yang berasosiasi dengan kampus. Salah satu praktikum yang paling kuingat adalah ultrasound imaging di St. Thomas Hospital. Semuanya begitu antusias melihat langsung bagaimana perkembangan bidang medical imaging saat ini. 


Praktikum ultrasound imaging di St. Thomas Hospital

Kuliah dibagi ke dalam dua kelas setiap harinya, pagi dan siang. Di tengah waktu istirahat, aku dan beberapa teman sesekali jalan-jalan mengelilingi Strand, salah satu titik keramaian di London, lokasi kampus kami. Get lost. Kami pergi ke museum, pameran buku, hingga bangunan-bangunan tua berupa gereja dan pusat kesenian. 

Setiap hari aku menaiki kereta overground Bletchley-London Euston selama kira-kira satu jam. Dari stasiun London Euston, aku berjalan kaki menuju kampus selama sekitar setengah jam. Rutinitas ini tak terasa hanya berlangsung selama tiga minggu. Kuliah, teman-teman baru, tempat baru, fenomena baru, semua tersimpan dalam perjalanan singkatku di London. 

Selama perjalanan itu, aku dibantu oleh kartu debit Jenius. Di sepanjang jalan pusat kota terdapat banyak mesin ATM. Selama bepergian, beberapa kebutuhan yang kubeli juga sangat dibantu oleh kehadiran contactless card ini, membuat cash withdrawals yang lebih efisien.


Jalan-jalan di sekitar Sungai Thames

Setiap sore, Tante dan Christiaan selalu setia menungguku di stasiun Bletchley. Hari-hari itu kami lewati dengan bercerita di malam hari. Sesekali kami pergi ke tempat lain. Aku paling ingat ketika kami pergi ke Cambridge pada minggu kedua dan Oxford pada minggu ketiga, melihat dua kampus yang menghasilkan banyak orang hebat. 

Pada minggu terakhirku di sana, aku bertemu dengan senior-seniorku yang kini sedang menempuh studi lanjut di Inggris. Pertemuan itu kami isi dengan berbincang-bincang tentang kehidupan kami masing-masing dan berkeliling sejenak di Kensington Park. Aku begitu semangat membayangkan kelak dapat melanjutkan studi seperti mereka.

Good times.

Hari Minggu terakhir di Milton Keynes, aku meminta supaya didoakan di gereja. Aku merasa begitu dirangkul dan rasanya semakin sulit meninggalkan tempat ini. Ada Fungisayi, anggota gereja yang begitu baik mendengarkan ceritaku dan datang ke rumah Tante hanya untuk mengantarkanku besok harinya ke bandara!

Ibadah terakhir di Faith Tabernacle Church bersama jemaat

Aku meninggalkan Inggris dengan sebelumnya berdoa bersama di rumah. Tepat hari Kamis, 15 Agustus. Tante, Christiaan dan Fungisayi mengantarkanku ke bandara Gatwick. Perjalanan jauh pulang ke rumah kembali kutempuh dengan harapan baru, semangat baru, dan tentunya rasa syukur bisa menjalani ini semua. 

Thanks God!

No comments:

Post a Comment